Beritaazam.com, Jakarta – Direktur Utama BRI, Sunarso memberi sinyal bahwa PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) siap memberikan bonus manis kepada para pemegang sahamnya lewat dividen. Kondisi permodalan BRI yang kuat, membuat bank plat merah ini tidak memerlukan dana besar dari laba yang diperolehnya.
Dia mengatakan saat ini rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) BRI berada pada level 25%. Ini di atas besaran CAR sehat perbankan yang berada pada angka 17-18%.
“Hampir semua aspek rasio yang dimiliki BRI sangat sehat. Tapi satu yang harus lebih disehatkan, yaitu ROE (return on equity),” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 13 September 2022.
Sunarso mengatakan, target laba BRI tahun ini bisa mencapai Rp 40 triliun lebih. Selain itu, BRI juga baru mendapatkan dana cukup besar sekitar Rp 41 triliun hasil rights issue yang dilakukan. Ini membuat CAR BRI saat ini sangat sehat.
“Jadi terkait dividen, dengan tantangan saya untuk meningkatkan ROI, maka berapa pun laba BRI dalam 2-3 tahun ke depan, tidak ada alasan ditahan sebagai return earning. Bahasanya seperti itu. Artikan sendiri,” jelas Sunarso.
Seperti diketahui, BRI tahun ini menyumbangkan dividen Rp 26,4 triliun atau 85% dari perolehan laba bersih 2021. Laba BRI tahun lalu mencapai Rp 31,06 triliun. Dari jumlah dividen tersebut, pemerintah Indonesia menerima porsi Rp 14,04 triliun.
Dikutip dari CNBC Indonesia.com, saat ini BRI juga dalam proses buyback saham dengan total nilai maksimal Rp 3 triliun. Buyback saham ini dilaksanakan dalam kurun waktu 18 bulan atau pada rentang waktu 1 Maret 2022 hingga 31 Agustus 2023.
Aksi buyback saham ini telah mendapat persetujuan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 1 Maret 2022 lalu. Adapun saham hasil buyback akan digunakan untuk program kepemilikan saham bagi Insan BRILian.
Punya Cadangan Tebal
Dalam kesempatan itu, Sunarso juga menjelaskan soal pencadangan kredit BRI yang jumlahnya mencapai kisaran Rp 80 triliun untuk melindungi rasio NPL yang sekitar Rp 32 triliun. Cadangan yang besar ini dilakukan BRI untuk menjaga risiko, sehingga kuat menghadapi guncangan.
Sunarso juga menegaskan, pencapaian laba BRI yang besar terjadi bukan karena menaikkan bunga kredit. “Bunga kredit tidak ada yang naik. Kami memurahkan biaya dana, dan menekan overhead cost dari transformasi digital,” tegasnya.
Selain itu efisiensi bisnis juga meningkat yang tercermin dari rasio BOPO BRI yang turun dari 80% di 2021 menjadi 60% di pertengahan 2022 ini.
“Jadi bila saja OJK tidak memperpanjang relaksasi kredit, kami di BRI dan mungkin Himbara (bank-bank BUMN) siap, karena cadangan yang tebal ini,” ujarnya.*