BeritaAzam.com, Pekanbaru – Setelah kasus viral ‘hedonisme’ isteri dan anaknya, kali ini Sekretaris Daerah (Sekda) Riau SF Hariyanto kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang dianggap telah menghina dan merendahkan derajat sosial profesi wartawan.
“Dalam video berdurasi kurang dari 1 menit yang beredar di sejumlah media sosial, SF Hariyanto mengungkap klarifikasi atas gaya hidup isterinya yang kerap menggunakan barang-barang mahal. Namun dalam klarifikasinya itu, dia turut menyinggung, melukai dan menghina wartawan,” kata Ketua Umum Pers Tanah Air (PETA) Fazar Muhardi di Pekanbaru, Minggu (2/3/2023).
Menurut Fazar, dalam video singkat yang beredar diberbagai media sosial itu, SF Hariyanto mengungkap persepsi publik terkait profesi wartawan yang terkesan murahan.
“Dalam video itu, dia seperti menyepelekan profesi wartawan, seakan-akan wartawan merupakan profesi miskin yang tidak memiliki nilai,” kata Fazar.
Untuk diketahui, dalam video singkat tersebut SF Hariyanto mengungkap hidup mewah isterinya adalah ‘hedon palsu’ karena semua yang dikenakan merupakan barang-barang palsu (KW).
“Karena gantungannya (tas) itu bagus ya orang tidak ada yang menilai bahwa itu palsu atau tidak palsu. Tapi kalau kawan-kawan wartawan pun pakai (tas) yang asli pun, pasti orang-orang tidak akan percaya kalau itu asli. Tapi kalau isteri saya pakai yang palsu, pasti orang akan tetap bilang itu (tas) yang asli. Ya itulah, mungkin gantungannya itu yang bagus, tapi ya sudahlah,” kata SF Hariyanto dalam video singkat tersebut.
Ketum PETA Fazar Muhardi menganggap pernyataan SF Hariyanto merupakan ungkapan yang telah menghina sekaligus merendahkan derajat wartawan Indonesia.
“Secara pribadi saya menuntut Sekda Riau SF Hariyanto untuk meminta maaf dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” katanya.
Fazar menjelaskan, pers itu bukan pekerjaan atau manusia hina dan bukan juga pekerjaan rendahan. “Profesi wartawan memiliki standar kecerdasan, standar pendidikan, dan juga standar penghasilan,” katanya.
Fazar menjelaskan, bahwa wartawan memiliki tugas yang sangat mulia, bahkan tidak sedikit wartawan yang jauh lebih berhasil dari pada sekadar jabatan sekda atau gubernur.
Harus diketahui, lanjutnya, tidak sedikit wartawan dengan penguasaan ilmunya, kemudian mereka mampu bersaing di luar negeri.
Bahkan di dalam negeri ini, kata Fazar, tidak terhitung jumlah wartawan yang telah berhasil menjadi orang-orang perpengaruh.
Sebut saja Muhammad Yamin, wartawan yang kemudian dikenal sebagai sastrawan, politisi, pakar hukum, serta pengamat sejarah.
Kemudian, lanjut Fazar, siapa yang tidak kenal dengan Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta, beliau adalah seorang wartawan pada zamannya.
“Lalu apakah seorang Sekda Riau juga tidak kenal dengan Ki Hajar Dewantara, Adam Malik, Tan Malaka serta Tirtoadisuryo. Mereka semua adalah pahlawan bangsa yang lahir dari ‘rahim’ pers. Kami adalah pejuang demokrasi yang tak pantas dihina dan direndahkan,” katanya.
Menurut Fazar, seorang sekelas sekda harusnya memiliki etika dan moral yang baik, jangan asal keluar omongan tanpa dipikirkan dampak dan akibatnya.
Seperti ungkapan Profesor JE Sahetapy, demikian Fazar, pejabat itu harusnya berbicara tidak seperti ayam tanpa kepala.
“Jika dalam waktu beberapa hari ini Sekda Riau SF Hariyanto tidak menyatakan permohonan maaf, maka saya sebagai wartawan akan melaporkan yang bersangkutan ke aparat penegak hukum, dan kami minta dukungan presiden,” demikian Fazar.*