BeritaAzam.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Imigrasi menunda keberangkatan 1.243 warga negara Indonesia (WNI) yang terindikasi akan menunaikan ibadah haji secara nonprosedural dalam periode 23 April hingga 1 Juni 2025. Penundaan dilakukan di berbagai bandara dan pelabuhan internasional di seluruh Indonesia.
Bandara Soekarno-Hatta mencatat jumlah tertinggi dengan 719 orang, disusul Juanda Surabaya (187 orang), Ngurah Rai Bali (52 orang), Sultan Hasanuddin Makassar (46 orang), dan sejumlah bandara lainnya. Sementara itu, dari pelabuhan internasional di Batam, turut ditunda keberangkatan 163 orang, dengan rincian 82 di Pelabuhan Citra Tri Tunas, 54 di Batam Center, dan 27 di Bengkong.
Salah satu temuan menonjol terjadi di Pekanbaru, Riau, di mana petugas imigrasi menggagalkan keberangkatan enam WNI yang hendak terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia, pada 29 Mei 2025. Awalnya, keenam orang tersebut mengaku akan berlibur dan kembali ke Indonesia pada awal Juni. Namun, kecurigaan petugas meningkat saat mereka menunjukkan visa ziarah ke Arab Saudi, bukan visa haji.
Setelah pemeriksaan lebih lanjut dan wawancara mendalam, lima dari enam WNI tersebut mengaku bahwa tujuan akhir mereka adalah Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji, dengan Kuala Lumpur hanya sebagai titik transit.
Direktur Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Suhendra, menegaskan bahwa seluruh WNI yang ditunda keberangkatannya tidak memiliki visa haji resmi, dan sebagian besar menggunakan visa kunjungan atau ziarah, yang tidak sah digunakan untuk berhaji. “Tindakan ini bukan melarang mereka bepergian ke Arab Saudi, tetapi untuk mencegah penyalahgunaan visa yang bisa berdampak hukum bagi mereka di sana,” jelasnya, Selasa (3/6/2025).
Ia juga menyoroti keterlibatan oknum biro perjalanan yang menjanjikan keberangkatan haji di luar jalur resmi. Beberapa jemaah bahkan mengaku telah mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah untuk bisa berangkat.
“Penundaan ini adalah bentuk perlindungan negara terhadap warganya. Kami ingin masyarakat bisa berhaji dengan aman, nyaman, dan sesuai prosedur. Jangan sampai niat ibadah justru menimbulkan masalah di kemudian hari,” tutup Suhendra.*