BeritaAzam.com, Jakarta, Berbagai kasus korupsi hingga saat ini masih diproses oleh tim penyidik di Kejaksaan Agung (Kejagung), dan yang paling menjadi sorotan publik adalah kasus korupsi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan, semua pihak yang terkait kasus dugaan korupsi akan diperiksa, hanya tinggal menunggu jadwal.
Seperti mengenai pemeriksaan suami Puan Maharani, yaitu Hapsoro Sukmonohadi dan Ketua Kadin Arsjad Rasjid kata Ketut masih menunggu dijadwalkan.
“Belum ada jadwal,” ujar Ketut kepada wartawan di gedung Kejagung, Rabu (5/07/2023).
Sementara itu Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mengungkap dua proses hukum di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jelas-jelas dipantau secara luas oleh masyarakat.
“Menjadi hal yang lumrah, apabila ada dari kalangan akademisi maupun masyarakat umum menilai proses hukum di Kejagung dan di KPK terkesan tebang pilih. Karena esensinya masyarakat ingin semua pihak yang ikut menikmati jarahan uang korupsi diperiksa dengan faktual, diaudit dengan mumpuni dan disidang dengan adil,” ujar Iskandar.
Supaya, lanjutnya, kemudian harta para pelaku bisa dirampas guna menjamin kepastian pembayaran kerugian negara akibat perilaku koruptif tersebut.
“Jangan sampai masyarakat menilai bahwa Kejagung dan KPK tidak berdaya. Institusi hukum harus berkinerja kuat untuk menjamah siapapun yang diduga dalam pusaran korupsi,” ucapnya.
Selain itu Iskandar mencontohkan, misalkan dalam kasus terbaru yang ditangani Kejagung dan masih dalam proses (Berita Acara Pemeriksaan) BAP maupun yang bakal masuk persidangan.
“Publik terkesan menangkap makna bahwa nyaris seluruh yang diproses atas nama-nama personal. Belum secara nyata-nyata pihak Direksi atau pemilik saham ataupun penerima manfaat pada korporasi pemenang tender di BAP. Apalagi sampai diseret ke meja hijau. Paling mencolok adalah posisi korporasi milik suami Puan Maharani (Hapsoro Sukmonohadi) serta Ketua Kadin Arsjad Rasjid yang belum diperiksa penyidik. Yang di BAP hanya Yusrizki sebagai Dirut yang diangkat. Bukankah uang proyek BTS mengalir ke rekening perusahaan? Lalu setelah Dirutnya dinyatakan tersangka lantas hanya dengan pernyataan semata pemilik saham menyebut tidak tahu menahu proyek itu. Ini ada apa? Idealnya Kejagung menyentuh keduanya agar bantahan tersebut bisa disajikan dalam BAP dan didepan sidang. Sehingga publik percaya. Jangan sampai publik berprasangka buruk dengan menilai bahwa keduanya adalah orang ‘kuat’ sehingga cukup hanya selevel Menkominfo selaku pembantu Presiden saja yang disidang. Persidangan itu adalah momentum yang terbaik untuk membuktikan sesuatu hal,” ulasnya.
Iskandar juga menyebutkan sebaiknya Arjad Rasjid bersedia dengan patuh hukum untuk diperiksa penyidik KPK. “Sebagai warga negara yang baik, apalagi karena jauh sebelum kasus proyek di Kemenkominfo, Arsjad Rasjid juga mangkir dari panggilan KPK dalam kasus korupsi yang menjerat Lukas Enembe. Jangan kemudian publik memiliki penilaian negatif yang semakin menumpuk terhadapnya. Maka KPK sebaik-baiknya harus patuh hukum dengan seharusnya melakukan upaya paksa jika dua kali mangkir. Jangan ada perbedaan penanganan terhadap saksi-saksi dalam kasus korupsi,” papar Iskandar.
Iskandar menambahkan siapa pun saksi seyogyanya harus patuh dalam membantu pengusutan kasus korupsi.
“Baik itu di Kejagung atau KPK maka secara patut saksi-saksi harus hadir tanpa harus diancam akan dijemput paksa. Sudah disebutkan bahwa hari ini mantan Menkominfo (JG Plate) disidangkan. Mari kita lihat apakah akan ada lagi orang-orang ‘kuat’ lainnya yang akan diungkap namun kemudian tidak tersentuh hukum,” tutupnya.
Sebelumnya Kejagung telah resmi menetapkan Yusrizki sebagai tersangka ke enam pada Kamis, 15 Juni 2023 dimana menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi bahwa Yusrizki melalui perusahaannya berperan sebagai penyedia panel surya dalam proyek BTS 4G paket 1, 2, 3, 4,dan 5.
Yusrizki diduga melakukan korupsi dalam pengadaan alat-alat tersebut, yang ternyata malah merugikan negara.
“Masalah bagaimana yang bersangkutan itu melakukan perbuatannya sehingga negara rugi, itu nanti, sebentar lagi kan kita sidangkan, mari kita tunggu,” kata Kuntadi kepada wartawan.*