BeritaAzam.com, Jakarta – Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BTN) menunjukkan antusiasme dalam menyambut delegasi Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Provinsi Riau pada Senin (7/8/2023). Dalam pertemuan tersebut, tidak hanya Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, yang hadir, tetapi juga Wakil Menteri Raja Juli Antoni, serta sejumlah Direktur Jenderal dan staf ahli.
Pengurus LAMR yang dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) Datuk Seri H. R. Marjohan dan Ketum Dewan Pimpinan Harian (DPP) Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, hadir dalam pertemuan tersebut. Juga terlihat beberapa tokoh seperti Datuk Tarlaili, Datuk Firdaus, Datuk Jonnaidi Dasa, Datuk M. Amin, Datuk Munasir, dan Datuk M. Fadhli. Selain itu, Asisten I Setda Riau, Masrul Kasmy, dan Kepala Biro Hukum, Elly Wardhani.
Ketum MKA Datuk Marjohan menyampaikan bahwa antusiasme yang ditunjukkan oleh kementerian tidak hanya terlihat dari jumlah pejabat tinggi yang hadir, tetapi juga dari waktu yang diberikan selama lebih dari satu jam. Hal yang lebih penting, semua permasalahan dan gagasan yang diajukan oleh LAMR mendapatkan tanggapan dan tindak lanjut langsung.
Beberapa isu yang dibahas antara lain terkait kelebihan lahan dari Hak Guna Usaha (HGU) dan hak lain di dalam HGU. Kementerian juga merespons serius mengenai adanya parit gajah yang kerap dilaporkan berada di dalam areal HGU.
“Yang menarik, Kementerian ATR/BPN telah menetapkan bahwa izin HGU tidak akan diperpanjang jika perusahaan tidak mendukung pembangunan perkebunan masyarakat sebesar 20 persen dari luas HGU. Meskipun masih mencari format yang tepat untuk fasilitas ini jika lahan di dalam HGU sudah tidak tersedia,” kata Datuk Seri Marjohan.
Melalui beberapa pembicara seperti Firdaus, Tarlaili, M. Amin, dan Jonnaidi Dasa, LAMR mengungkapkan bahwa banyak sengketa lahan di Riau akibat berbagai kepentingan. Salah satu konflik besar adalah antara masyarakat adat dengan pemegang HGU.
LAMR meminta Kementerian untuk memberikan akses terhadap data penyebaran HGU yang sulit ditemukan di daerah. Selain itu, mereka juga mendesak kementerian untuk mengembangkan standar penerapan tanggung jawab sosial perusahaan.*