BeritaAzam.com, Inhil – Hujan turun membasahi tanah saat Budi Rianto baru saja menuangkan kopi hitam ke dalam gelas kaca. Pada sore yang dingin itu, daun-daun pinang merunduk diselimuti kabut, dan gemericik air terdengar jelas di genangan parit. Namun, di dalam rumah panggung kayu sederhana milik Budi, suasana terasa nyaman dengan obrolan dan uap kopi yang sama-sama hangat. Ada kisah nostalgia yang mengalir dalam diri mereka.
Budi menunjuk ke sebuah pohon kopi di pekarangan rumahnya. Dari sanalah segala rasa dan aroma kopi yang kini tersaji di depan mata berasal. “Kopi yang kita minum ini adalah kopi liberica. Pohonnya ada di luar sana. Ditanam oleh mertua saya hampir setengah abad yang lalu,” ujar Budi. Menurutnya, bibit kopi tersebut dibawa dari Lampung dan ditanam di lahan sekitar rumah untuk konsumsi pribadi.
Meskipun pohon kopi itu telah berusia puluhan tahun, Budi baru mengenalnya pada tahun 2012. Saat itu, ia pindah ke rumah yang kini ditempatinya, tepatnya di Desa Pebenaan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. “Saya baru mengetahuinya setelah menikah dan pindah ke sini. Ketika membersihkan kebun, saya melihat beberapa pohon kopi yang sudah besar. Saya merawat pohon itu dan mencoba mengolah bijinya,” ungkap Budi.
Awalnya, Budi tidak mengetahui jenis kopi yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Namun, setelah berbincang dengan para penggemar kopi, ia mengetahui bahwa kopi tersebut adalah jenis liberica, yang berasal dari negara Liberia. Kopi ini memiliki aroma pekat yang khas, dengan ukuran pohon dan buah yang lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta.
Kopi yang dihasilkan dari kebun sendiri memberikan kebahagiaan luar biasa bagi Budi. Ia gemar berkebun, ia gemar meminum kopi, dan semua kegemaran itu bisa ia ciptakan sendiri. “Ini adalah hal yang menyenangkan bagi saya. Oleh karena itu, saya ingin berbagi kebahagiaan ini kepada orang-orang terdekat, kepada keluarga dan teman-teman di sini. Ketika ada kopi bubuk yang siap diseduh, saya selalu membagikannya kepada mereka,” ujar Budi.
Lambat laun, semakin banyak orang yang mengenal kopi liberica olahan Budi. Banyak yang menyukainya, dan pesanan pun mulai berdatangan, meskipun dalam volume kecil. “Pesanan berasal dari kerabat saya. Mereka menyukai kopi ini. Saya tidak menetapkan harga khusus karena saya bahagia jika ada orang-orang yang menyukai kopi olahan saya,” kata Budi.
Suatu hari, tercetuslah ide di kepala Budi. Ia ingin mengajak teman-temannya untuk turut serta dalam budidaya kopi liberica. Ia membayangkan betapa menariknya jika pohon-pohon kopi ini tumbuh subur, memberikan kehangatan dan cita rasa kepada lebih banyak orang. “Saya ingin saling berbagi kopi ini dengan teman-teman. Bagus sekali jika kita bisa menghasilkan penghasilan tambahan untuk keperluan sehari-hari,” harapnya.
Namun, ia menyadari bahwa proses ini tidaklah mudah. Ia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam budi daya dan pengolahan kopi. Ia juga tidak memiliki banyak pengalaman dalam membentuk sebuah kelompok. “Kami merasa semangat, begitu juga dengan teman-teman kami. Kami ingin budidaya kopi ini menciptakan pemberdayaan yang lebih luas. Namun, kami juga bingung tentang bagaimana cara memulainya agar rencana ini berhasil,” keluhnya.
Menebar Cita Rasa Bersama
Di tengah kebimbangan itu, Budi bertemu dengan tim Community Economic Empowerment (CEE) Sinar Mas Agribusiness and Food, melalui anak usahanya PT Bumipalma Lestaripersada (BPLP). Budi banyak berdiskusi dan mencari cara agar kopi liberica semakin berkembang di Indragiri Hilir, Negeri Seribu Parit. “Saya menemukan jawaban-jawaban untuk masalah yang dihadapi. Saya menemukan arah yang dapat membuat budidaya kopi ini terus berkembang,” ucapnya.
Upaya pendampingan dari pihak perusahaan telah memberikan banyak perubahan bagi Budi, yang kini tergabung dalam Kelompok Tani Karya Lestari bersama 8 orang lainnya. “Dulu kami tidak memiliki banyak pohon kopi, mungkin hanya seratusan pohon di pekarangan. Sekarang kami bisa memperbanyak pohon kopi hingga 2.000 pohon yang tersebar di 9 desa di Keritang,” ujar Budi dengan rasa senang karena bibit kopinya semakin dikenal luas.
Ketua Kelompok Tani Karya Lestari, Mardi, juga merasakan manfaat dari kehadiran Sinar Mas Agribusiness and Food dalam pengembangan usaha kopi ini. “Dukungan sarana produksi kopi sangat membantu dalam menghasilkan produk yang lebih baik. Kami diberikan beberapa alat pengolah kopi, seperti pemecah biji kopi, alat sangrai, dan alat penggiling biji kopi menjadi bubuk kopi,” ungkap Mardi.
Menurut Mardi, hasil produksi meningkat berkat kehadiran alat-alat tersebut. Sebelumnya, dengan cara tradisional, 1 kilogram biji kopi hanya dapat diolah menjadi 6 ons bubuk kopi. Namun, dengan menggunakan peralatan yang diberikan, jumlah biji yang sama dapat diolah menjadi 7,5 ons bubuk kopi, atau 1,5 ons lebih banyak. “Tekstur dan rasanya juga lebih baik. Selain itu, waktu dan tenaga yang dikeluarkan juga lebih efisien,” katanya.
Menurut Budi, berbagai pendampingan mulai dari teknik budi daya, pengolahan, manajemen kelompok, hingga pengemasan dan pemasaran membuat produknya menjadi lebih baik dan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Ia bersyukur karena dapat mendapatkan penghasilan tambahan dari usaha kopi yang diberi nama ‘Lestari Liberica’.
“Alhamdulillah, setiap minggu kami menerima pesanan minimal 2 kilogram bubuk kopi. Usaha sampingan ini sangat bermanfaat bagi kami untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama ketika harga pinang dan kelapa sedang rendah,” ungkap Budi. Ia juga merasa bersyukur karena perusahaan telah membantu dalam melengkapi administrasi usaha seperti sertifikat halal dan Nomor Induk Berusaha (NIB), sehingga usahanya bisa semakin profesional.
Jusupta Tarigan, Kepala Ekonomi Pemberdayaan, Keberlanjutan, dan Proyek Strategis Sinar Mas Agribusiness and Food, mengatakan bahwa petani kopi liberica di Indragiri Hilir memiliki potensi dan tantangan dalam mengembangkan usaha mereka. Mereka membutuhkan akses dan dukungan dalam meningkatkan pengetahuan budi daya, manajemen bisnis, dan akses permodalan.
“Untuk menjawab tantangan ini, melalui program Community Economic Empowerment, kami memberikan pendampingan kepada Pak Budi dan teman-temannya mulai dari budi daya yang lestari hingga pemasaran produk. Kami berharap melalui program ini terjadi peningkatan hasil produksi dan penjualan bagi masyarakat yang terlibat langsung. Semoga ke depannya lebih banyak lagi orang yang dapat terlibat dan merasakan manfaatnya,” tandas Jusupta.*