BeritaAzam.com, Siak – KEMILAU air diterpa sinar matahari meliuk-liuk di permukaan. Sangat kontras dan eksotik, karena berpadu dengan warna air danau yang hitam. “Danau Zamrud merupakan sumber metafora yang tak habis-habis dan sangat indah sekali,” kata drh Chaidir MM, pemuka masyarakat Riau.
Berbeda dengan danau lain maupun hamparan laut yang membiru, kawasan Danau Zamrud seluas 31 ribu hektare ini airnya memang berwarna hitam. Suatu keajaiban alam yang sungguh mempesona, dan jarang ditemukan di tempat lain.
Kendati telah ditemukan pada 1975 lalu, kawasan danau dan hutan ini boleh dikatakan masih perawan. Belum banyak terjamah. Maklum, zamrud berada dalam areal ladang minyak Badan Operasi Bersama (BOB) Siak, sehingga akses ke sana menjadi terbatas.
Danau Zamrud yang persis berada di sisi garis khatulistiwa, ditemukan saat PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), yang kini operasionalnya digantikan BOB Siak, meluaskan areal penambangan minyak. Begitu tahu ada danau di situ, Julius Tahija, Direktur utama perusahaan minyak yang berkantor pusat di Amerika Serikat ini langsung jatuh hati. Dua danau yang sangat indah, masih perawan, dan memiliki flora dan fauna yang sangat beragam.
Selain itu, di bawah danau tersebut ternyata menyimpan cadangan minyak yang maha banyak. Suatu hal yang menggembirakan, namun sekaligus menyedihkan hati Tahija. Maklum saja, jika dilakukan proses pengambilan minyak, otomatis akan merusak kelestarian danau.
Tim pengeboran CPI pimpinan Tahija lalu mencari akal bagaimana agar pengeboran minyak bisa tetap dilakukan, tapi tidak sampai merusak kelestarian lingkungan. Akhirnya ditemukan cara baru. “Yakni melakukan pengeboran dari samping, sehingga kawasan danau ini menjadi tidak terusik,” kata Nazarudin Nasir, External Affair Manager BOB PT. BSP – PHE, dalam acara Ekpedisi Wartawan PWI Riau ke Danau Zamrud, 27 November 2021 lalu di Pendopo Kantor Bupati Siak.
Tentu saja dengan metode ini dibutuhkan teknologi yang lebih canggih, sehingga biaya operasional menjadi kian besar. Untunglah Tahija tak begitu menghiraukannya. Ia bahkan kemudian menemui Menteri Lingkungan Hidup yang saat itu dijabat Emil Salim. Tahija meminta agar Danau Zamrud dijadikan sebagai kawasan yang dilidungi.
“Agak aneh juga. Perusahaan minyak, yang biasanya menggasak lingkungan, kali ini membela lingkungan,” kata Emil waktu itu. Tamu yang hadir langsung tertawa mendengarnya.
Kawasan Zamrud lalu dijadikan sebagai Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar, dan Danau Bawah. Secara administratif, kawasan ini berada di Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Luas areal yang ditetapkan bersama dengan suaka margasatwa sekitar 120.000 hektare. Lahan ini juga dijadikan sebagai habitat kayu ramin.
Pada 2005, pemerintah Kabupaten Siak mengajukan usulan perubahan fungsi dari suaka margasatwa menjadi taman nasional. Bersama usulan tersebut, dimintakan pula penambahan luas kawasan. Alasannya karena ada rencana pembagian zonasi.
Pemerintah Kabupaten Siak akan membagi kawasan taman nasional nantinya menjadi zona pemanfaatan, zona penelitian, zona pendidikan, dan zona pariwisata. Perubahan fungsi tersebut baru disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 4 Mei 2016.
Persetujuan ini ditindaklanjuti dengan diterbitkannya surat keputusan Menteri LHK No. 350, yang mengatakan kawasan suaka margasatwa digabungkan dengan hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap. Gabungan kedua wilayah ini yang kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional Zamrud. Luasnya 31.480 hektare. Sebanyak 28.238 hektare berasal dari Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah, sedangkan 3.242 hektare sisanya berasal dari hutan produksi tetap Tasik Besar Serkap.
Di dalam Taman Nasional Zamrud, menurut Wikipedia.org, komponen ekosistem terpentingnya adalah Sungai Rawa. Danau Atas dan Danau Bawah di Taman Nasional ini langsung terhubung ke Sungai Rawa. Sistem hidrologinya dipengaruhi oleh Sungai Siak di bagian utara, dan Sungai Kampar di selatan. Sedangkan bentang alamnya berupa hamparan luas dari lahan gambut yang seragam.
Selain keindahan panorama alam, di sekitar Danau Zamrud juga terdapat berbagai macam satwa langka, seperti harimau Sumatera yang terancam punah, beruang merah, ikan balido, ikan arwana dan masih banyak yang lainnya. Satwa penghuni kawasan Danau Zamrud ini kurang lebih 33 spesies burung, 1 spesies reptil dan 18 spesies mamalia. Di sini juga banyak berkeliaran kelelawar bertubuh besar, serta beruk tak berekor.
Untuk menuju objek wisata Danau Zamrud para wisatawan bisa menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan sewa. Jaraknya dari pusat Kota Pekanbaru sekitar 180 kilometer dan dapat ditempuh kurang lebih 3 jam perjalanan. Dari Pekanbaru memerlukan waktu tempuh 2 jam menuju Desa Dayun. Di desa ini akan ditemui gerbang kemah Zamrud.
Selain jalur darat, Taman Nasional Zamrud juga dapat ditempuh melalui jalur perairan. Dimulai dengan perjalanan darat dari Pekanbaru ke Desa Dayun lalu ke Desa Buton (Mengkapan) dan ke Desa Sungai Rawa di Kecamatan Sungai Apit. Dari Desa Sungai Rawa perjalanan diganti melalui perairan Sungai Rawa langsung menuju ke Taman Nasional dengan perahu motor.
Setakat ini belasan nelayan memanfaatkan danau Zamrud untuk tempat mencari nafkah. Mereka dianjurkan memakai peralatan penangkap ikan dan udang yang sederhana, sehingga anak ikan dan udang tidak ikut terpancing. “Sehari bisa dapat hasil sampai dua ratus ribu rupiah,” kata Kaslan, seorang nelayan. Ia lebih mengkhususkan mencari udang hitam.
Berbagai pihak telah berupaya untuk mempertahankan kelestarian Zamrud. Namun disebutkan ekosistem di Taman Nasional Zamrud sudah mengalami perubahan sejak tahun 2000. Penyebabnya adalah adanya deforestasi alias pencurian kayu, dan pengalihgunaan lahan hutan menjadi kebun sawit. Selain itu, kanal-kanal drainase juga mulai dibuat oleh masyarakat setempat untuk keperluan lahan budidaya.
“Danau zamrud merupakan salah satu danau air tawar di atas lahan gambut yang indah alamnya dan kaya akan flora dan fauna didalamnya. Ini harus kita jaga dan lestarikan,” kata Setya Hendro W, Kepala Dinas LHK Kabupaten Siak. Semoga ini bisa terwujudkan.*