BeritaAzam.com, Jakarta – Penetapan tersangka dan penahanan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, dalam perkara dugaan permufakatan jahat untuk merintangi pemeriksaan kasus korupsi crude palm oil (CPO), timah, dan impor gula, menarik perhatian Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Organisasi perusahaan media siber terbesar di Indonesia itu menegaskan perlunya proses hukum yang transparan, akuntabel, dan tetap menghormati kemerdekaan pers.
“Kami memahami pentingnya penegakan hukum, apalagi terkait korupsi yang merugikan negara. Tapi jangan sampai penegakan hukum ini mengorbankan prinsip kebebasan pers dan kerja jurnalistik,” ujar Sekretaris Jenderal SMSI, Makali Kumar SH, dalam wawancara pada Jumat (25/4/2025).
Menurut Makali, penetapan tersangka terhadap Tian Bahtiar menimbulkan berbagai persepsi di kalangan publik, terutama insan pers. “Apalagi jika karya jurnalistik dijadikan alat bukti tanpa penjelasan substansi, maka wajar bila menimbulkan kegelisahan. Kami minta Kejaksaan Agung menjelaskan secara terbuka konten mana yang dianggap melanggar hukum, agar bisa dinilai secara objektif,” ujarnya.
Kejaksaan Agung sendiri menilai bahwa Tian Bahtiar bersama dua tersangka lainnya, MS dan JS, telah berupaya membentuk opini publik negatif guna mengganggu penyidikan. Ketiganya dikenai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan dugaan pemufakatan jahat untuk menggagalkan proses hukum dalam kasus korupsi timah dan impor gula. Dalam keterangan persnya, Kejagung mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp478,5 juta dari MS dan JS kepada TB untuk kepentingan pemberitaan.
Menanggapi hal tersebut, Makali menegaskan pentingnya keterbukaan informasi. “Kalau yang dipersoalkan adalah konten jurnalistik, kami dorong agar Dewan Pers dilibatkan secara penuh dan diberi akses untuk menilai secara profesional, apakah itu pelanggaran hukum atau kritik jurnalistik yang sah,” ucapnya.
Dewan Pers sendiri telah mengambil langkah dengan melakukan kunjungan resmi ke Kejaksaan Agung pada 22 April 2025, dan menerima kunjungan balasan dua hari kemudian yang disertai penyerahan berkas perkara.
“Kami menyambut baik keterbukaan Kejagung untuk berkoordinasi dengan Dewan Pers. Tapi kami juga mendorong agar penahanan terhadap Tian Bahtiar dipertimbangkan ulang. Proses pemeriksaan bisa tetap berjalan tanpa mengesampingkan prinsip keadilan,” ujar Makali.
Sementara itu, Ketua Umum SMSI, Firdaus, menegaskan sikap resmi organisasi. Pertama, mendukung Kejaksaan Agung dalam upaya pemberantasan korupsi, sepanjang dijalankan dengan akuntabel dan tidak melanggar kebebasan pers.
“Kedua, kami mendukung langkah Dewan Pers untuk meneliti secara mendalam berkas-berkas yang diterima. Ini penting agar ada rujukan profesional yang netral,” ucap Firdaus.
Ia juga menambahkan pentingnya membangun kesepahaman hukum antara lembaga penegak hukum dan Dewan Pers. “Kami mendorong agar segera dibuat nota kesepahaman antara Kejaksaan dan Dewan Pers terkait penanganan sengketa pemberitaan. Supaya ada kepastian hukum, dan wartawan tidak terus dihantui oleh ancaman pidana atas karya jurnalistiknya,” tegas Firdaus.
SMSI menegaskan bahwa penanganan kasus ini menjadi momentum penting untuk memperkuat posisi jurnalisme profesional di tengah upaya pemberantasan korupsi. “Kami tidak membela oknum, tapi kami membela prinsip. Pers harus bebas, namun juga bertanggung jawab. Begitu juga penegakan hukum harus tegas, tapi tidak boleh sewenang-wenang,” pungkas Makali.*